Oleh : Agung Satriyo N.
Yogyakarta, 19 April 2010
Sudah tidak asing lagi bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultural. Kondisi geografis kadangkala juga mempengaruhi keberadaan multikultural tersebut. Secara luas memang keberadaan lokasi daerah yang terpisahkan oleh lautan diantara kepulauan tersebut menjadikan munculnya kebudayaan yang berbeda sanmgat mungkin terjadi. Apalagi perkembangan secara historikal bangsa ini yang sempat pernah terjadi perdagangan yang melibatkan antra negara. Hal ini memang banyak dipengaruhi keberadaan negara ini yang memiliki lokasi strategis perdagangan antar negara. Keberadaan aktivitas tersebut bukan hanya murni untuk aktivitas perdagangan semata. Melainkan terdapat aktivitas lain yakni penyebaran agama. Terutama disaat masa perdagangan yang dikuasai oleh saudagar-saudagar dari timur tengah, misi yang dilakukan juga muncul untuk perluasan pemahaman terhadap agama islam. Oleh karenanya aktivitas historik tersebut menjadikan bangsa ini merupakan bangsa terbesar akan kependudukan Islamnya. Bukan hanya itu keberadaan kerajaan yang merupakan basic dari kehidupan bangsa Indonesia, maka multikultural muncul dengan adanya pemaham-pemaham budha ataupun hindu. Sampai saat ini sudah lebih dari 5 agama yang telah diakui oleh pemerintah untuk melakukan peribadatan agama di Indoensia.
Keberagaman umat beragama yang terdapat dalam pola aktivitas bangsa ini sangat diharapkan akan memunculkan suatu nilai persaudaraan yang tinggi, meskipun pada dasarnya perbedaan merupakan awalnya munculnya suatu konflik atau masalah. Akan tetapi pendiri bangsa ini telah menancapkan suatu tonggak kedamaian atas keberadaan umat beragama. Yaitu yang dicantumkan dari sumber hukum paling tinggi di negara ini yaitu PANCASILA. Diantaranya yaitu pada sila pertama. Dalam pendalaman atas sumber hukum ini mengemukakan bahwa keberagaman umat beragama dapat diakui akan kebersatuannya, dan setiap umat beragama mempunyai suatu kepercayaan terhadap keesaan Tuhan. Akan tetapi boleh dikatakan bahwa keberagaman umat beragama ini menjadikan kepercayaan bukan hanya pada satu keesaan Tuhan saja. Perlu dicantumkan dalam benak hati nurani dalam usaha peribadatan umat beragama adalah, bahwa setiap umat beragama harus menanamkan Keesaan Tuhan bukan untuk keras pikiran terhadap suatu KeTuhanan semata (Maksum,2008). Alur pikiran tersebut akan mampu mempengaruhi dasar pikir manusia beriman yang akan lebih menghargai keberadaan umat beragama lain.
Kadangkala keberadaan keberagaman umat beragama ini mampu mempengaruhi adanya suatu konflik antar masyarakat. Perang saudara tidak hanya sedikit terjadi di negara ini yang ditimbulkan karena perbedaan agama, seperti halnya munculnya kasus Poso, atau belakangan ini yang banyak terjadi sweeping, pengkafiran semena-mena, dll. Oleh karena itu suatu pemahaman titik dasar dari pemikiran bangsa Indonesia ini. Suatu konsep akan keberagaman agama di Indonesia ini yang dikemukakan oleh Prof. Dr, Maksum Machfoedz dapat membantu dalam mengarahkan untuk kembali pada prespektif pancasila. Konsep tersebut yaitu Tauhid multikultural : Landasan Persaudaraan Sejati antar Umat beriman.
Istilah gerakan sosial baru tersebut dikemukakan dengan arti untuk menempatkan urusan multikultural sebagai keyakinan bersama. Keberdaan berbagai macam konflik sosial yang muncul disebabkan adanya perbedaan suatu keyakinan antar umat beragama diharapkan akan mampu terminimalisir oleh adanya suatu keyakinan bersama. Karena pada dasarnya prinsip persatuan dalam kedamaian adalah bukan melihat perbedaan dalam dinamikanya akan tetapi melihat suatu kesamaan dalam berbagai macam perbedaan tersebut untuk digabungkan dalam suatu kehidupan sosial, itulah yang mendasari bangsa Indonesia ini dapat menyatu. Selain itu keberadaan konsep Tauhid Multikultural ini juga memuat suatu nilai-nilai Persaudaraan yang menjadi suatu kesamaan dalam dasar berfikir dan bertindak bukan hanya di Indonesia melainkan juga diseluruh dunia. Nilai-nilai tersebut yaitu Tawasuth – i’tidal-tawzun-tasamuh-tasyawur. Nilai-nilai ini dapat diartikan antara lain menengah, adil, seimbang, toleran, dialogis. Kelima nilai ini memang telah banyak dilakukan dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Akan tetapi perlu adanya kewaspadaan terhadap eraglobalisasi yang memberikan peluang akan akses informasi yang masuk dan mampu mengubah pola fikir yang sebetulnya menjadi dasar umat beragama sesuangguhnya. Orang bijak mengatakan bahwa “ janganlah kita memandang semua hal dari sudut pandang hitam dan putih, tetapi tentulah ada warna-warni antara”. Perkataan tersebut mendasari dasar pandangan akan suatu plurarisme atau keberadaan multikultural, akan tetapi haruslah kita kembali pada konsep dasar dari suatu filsafat dari pembangun kehidupan yang diantaranya keagamaan, yaitu filsafat atau philosopia atau philoshopy secara singkat dapat dimaknai suka terhadap perilaku yang dilandasi sikap bijak dan lestari. Perilaku bijak dan lestari seharusnya mampu menciptakan suasana harmonis meskipun berada dalam ruang yang berbeda.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar